Mengusung Makna dalam Untai Aksara

“Kata yang indah sudah membuat jiwa menyukainya, namun jiwa juga butuh isi dan makna yang dibawa oleh kata-kata itu..

Banyak puisi indah tapi tak menyampaikan apapun selain kata yang indah..

Dulu, para penulis puisi menyuarakan idealismenya. Baik idealisme buruk maupun baik. Mereka menuliskan pengetahuannya (baik dan buruk) dalam bentuk puisi. Bahasa merupakan wahana bagi mereka.

Joseph Brodsky di Rusia misalnya, Ibnu Arabi ash-shufi misalnya, Ibnu Qayyim misalnya.. semua berawal dari pengetahuan atau idealisme yang diyakini, lalu menjadikan bahasa sebagai wahana.

Kini -katanya- orang-orang memulai puisi dengan kata-kata dan melupakan idealisme/pengetahuan.”

Aku pernah dinasihati seseorang yang bijak sekali [*haiyah] seperti itu dulu

dan baru-baru ini ditambah deh,

“Seseorang pernah berkata kepada saya, ‘Jika kau menulis puisi, aku katakan kepadamu ucapan al-Bukhari : ilmu sebelum ucapan dan perbuatan.’”

*hiaaakkdeeezzgg

nampol banget dah tu.

jadi ingat juga tulisan ustadz Salim di #MKMM

“Daya Ketuk membuat pembaca terisnyaf dan tergugah, tapi jika isi yang kemudian dilahap cacat, timpang, rusak; jadilah masalah baru. …

“Fakidusy syai’, laa yu’thi; Yang tak punya, takkan bisa memberi”. Menjadi penulis adalah menempuh jalan ilmu dan berbagi, membaca ayat-ayat tertulis; menjala hikmah-hikmah tertebar. Tanpa henti.”

Image

Ahiya, menulis adalah jalan ilmu. Meramu pengetahuan dan idealisme yang kita miliki menjadi rantai aksara yang mengandung makna. Selayaknya seperti itu. Bukan hanya memikat jiwa dengan keindahan kata-kata namun rapuh dan koyak dalam isinya.

Saya selalu kagum pada mereka yang mampu mengusung idealisme dalam rangkaian kalimat yang indah. Bahkan banyak yang mampu menyisipkannya secara begitu halus tanpa pernah kita sadari. Membuat tulisan seperti itu yang tak mudah.

Kita ibaratkan menulis itu menuang ‘isi teko’ kepala kita ke dalam gelas-gelas yang ada. Mereka yang isi tekonya teh, yang akan tertuang adalah teh, yang isinya kopi yang dituang kopi, yang isinya jus sawo juga akan menuang jus sawo *halah. hahaha

Akan tetapi, bagi yang ahli meramu kata dan tetap konsisten membawa pemikiran dan idealismenya, bisa jadi ia memiliki teh dalam tekonya, tapi ia ramu dengan susu menjadi teh tarik yang terasa jauh berbeda rasanya dari teh. haha. Analogi yang aneh. wkwk.

Saya _di beberapa sisi_ menyukai tulisan-tulisan tokoh-tokoh yang berbeda pemikiran prinsip, karena kemasan mereka yang bagus. Akan tetapi bagi apa yang saya yakini, pemikiran mereka tidak benar.

Seperti mungkin pemikir-pemikir ‘kiri’ (sosialis), ada seseorang yang pernah berkata “saya salut dengan cara P.A.T memasukkan pemikiran dengan cara sangat halus dalam tulisan”, lalu gumam saya dalam hati “itulah kenapa kadang aku memilih tidak membaca tulisan-tulisannya atau tokoh-tokoh lain yang berpemikiran sejalan”

Ketika ngobrol dengan Pak Akmal Sjafril dulu, beliau pernah menyinggung tentang ini, “saya heran kenapa banyak yang mengidolakan P.A.T bahkan itu dari kalangan aktivis dakwah kampus, kata-katanya banyak dikutip bahkan dijadikan jargon, seolah kita lupa dengan sejarah, yang kita ingat hanya dia yang ‘terdzolimi’ ORBA, tapi lupa apa yang dilakukan LEKRA pada para penulis-penulis Muslim, pak Taufik Ismail saja tak mau mengakui P.A.T sebagai ‘pahlawan’ dalam hal karya sastra.”

Waktu itu saya merenung, dan menanamkan lagi bahwa kita harus hati-hati memilih dan memilah ‘makanan jiwa’ yang akan kita nikmati. Jika kita ingat sebuah kalimat ‘kamu adalah apa yang kamu baca’, bisa jadi tak sepenuhnya benar tapi juga tak selalu salah. Karena saat berhadapan pada mereka yang hebat dalam mengusung ‘hal tersirat’ (pemikiran, ideologi, dsb) secara begitu halus, pertanyakan kembali pada diri kita, sehebat apa kita untuk menjadi bebal pada hal-hal yang tidak benar menurut Allah? Sepaham apa kita dengan Quran dan sunnah yang harus digunakan sebagai penguji sebuah pemikiran layak tidak hinggap di alam bawah sadar kita, jangan-jangan tameng kita tak terlalu kuat untuk menolak sesuatu yang ‘halus’ dan merasuk ke jiwa kita melalui apa yang kita baca. Kadang, kita harus memilih menjadi ‘katak dalam tempurung’ daripada terlanjur menganut sebuah pemikiran yang tak benar. *IMO. Karena mengubah pemikiran itu, bukan hal yang mudah.

Dan tentang menulis, setelah mengingat berbagai nasihat yang saya kutip di atas, kembali harus berkaca, niat dalam membuat sebuah tulisan (apapun itu) sesungguhnya apa. Sudah benarkah? Atau tanpa makna? Padahal setiap hal akan dipertanggungjawabkan termasuk apa yang kita tuliskan. Saya pernah berpesan ke seorang sahabat, ada hak dakwah dari mereka yang membaca tulisanmu. Saya hanya ingat banyak yang meniru gaya tulisannya waktu itu. Dan saya melihat potensinya besar dalam hal menulis *sok tau. Namun sayang, jika tak membawa ‘pesan’ bagi jiwa yang sesuai haknya. (lagi-lagi ini menurut saya, mungkin buat orang lain beda.. hehe).

Ikhlas dalam menulis _dalam hal ini tujuan yang lurus saat menulis_ tentu harus terus kita upayakan dalam setiap apa yang tertuang.

Wallaahu a’lam

*memohon ampun padaNya atas banyak kesalahan yang diketahui atau tak diketahui dalam membaca pun menulis.

Dan bagi saya, bahagia itu luar biasa jika ada yang menegur saya, ketika saya melakukan kesalahan (baik yang saya sudah tau itu salah ataupun belum). =D

Wahaaa.. tumben Fajar sebegini seriusnya.. tengah malem ga enak badan jadi malah ngoceh begini.. haghag.. mahaaph.. =D *mringis..

*menasihati diri sendiri terutama

#untuk yang saya kutip kata-katanya, terima kasih ya.. =)

gambar dari sini

*seperti biasa nulis, ga dibaca ulang langsung posting.. kebiasaan buruk.. hahaha

waaaaa.. lumayan belum bisa beli aslinya, download softnya dulu.. hehe =)

طبيب الطب النبوي Dokter Pengobatan Nabawi

(BAGUS & GRATIS) “KAMUS AL-MUNAWWIR” INDONESIA ARAB : Download Kamus Al-Munawwir.PDF karya Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Digital Verbace

 

Buku Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia“Kamus al Munawir” ini adalah kamus bahasa arab – indonesia terlengkap,ada lebih dari 1500 halaman. kamus ini berformat djvu dan sudah ana sertakan djvu readernya di dalam file zip nya.

Buku Kamus Al-Munawwir Arab – Indonesia

Penulis: Achmad Warson Munawwir

Penerbit: Pustaka Progressif
Dimensi: 24,5 x 16 cm x 1.591 hlm, Hard Cover Berat: 2,1 kg

Silahkan download ebooknya dibawah ini :

View original post 311 more words