Dirasat Sanad Hadits Ketiga Shahih Bukhari al-Jami’ (bag. 1) Kajian Nyantrend Weekdays


Audio kajian Shahih al- Bukhari al-Jami’ Nyantrend Weekdays oleh Ustadz Hasan Al-Jaizy masuk ke Hadits Ketiga, Dirasat Sanad.

IMG-20150403-WA0000

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقَيْلٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ، أَنَّهَا قَالَتْ أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنَ الْوَحْىِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ، فَكَانَ لاَ يَرَى رُؤْيَا إِلاَّ جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ، ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلاَءُ، وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ ـ وَهُوَ التَّعَبُّدُ ـ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ، وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ، فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا، حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ، فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ اقْرَأْ‏.‏ قَالَ ‏”‏ مَا أَنَا بِقَارِئٍ ‏”‏‏.‏ قَالَ ‏”‏ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ‏.‏ قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ‏.‏ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ‏.‏ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ‏.‏ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ ‏{‏اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ * خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ * اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ‏}‏ ‏”‏‏.‏ فَرَجَعَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَرْجُفُ فُؤَادُهُ، فَدَخَلَ عَلَى خَدِيجَةَ بِنْتِ خُوَيْلِدٍ رضى الله عنها فَقَالَ ‏”‏ زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي ‏”‏‏.‏ فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ، فَقَالَ لِخَدِيجَةَ وَأَخْبَرَهَا الْخَبَرَ ‏”‏ لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي ‏”‏‏.‏ فَقَالَتْ خَدِيجَةُ كَلاَّ وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ‏.‏ فَانْطَلَقَتْ بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى ابْنَ عَمِّ خَدِيجَةَ ـ وَكَانَ امْرَأً تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعِبْرَانِيَّ، فَيَكْتُبُ مِنَ الإِنْجِيلِ بِالْعِبْرَانِيَّةِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكْتُبَ، وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ ـ فَقَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ يَا ابْنَ عَمِّ اسْمَعْ مِنَ ابْنِ أَخِيكَ‏.‏ فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ يَا ابْنَ أَخِي مَاذَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم خَبَرَ مَا رَأَى‏.‏ فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي نَزَّلَ اللَّهُ عَلَى مُوسَى صلى الله عليه وسلم يَا لَيْتَنِي فِيهَا جَذَعًا، لَيْتَنِي أَكُونُ حَيًّا إِذْ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ‏.‏ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏”‏ أَوَمُخْرِجِيَّ هُمْ ‏”‏‏.‏ قَالَ نَعَمْ، لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ بِهِ إِلاَّ عُودِيَ، وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا‏.‏ ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْىُ‏.‏

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, Telah menceritakan kepada kami dari Al Laits dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin Az Zubair dari Aisyah -Ibu Kaum Mu’minin-, bahwasanya dia berkata: “Permulaaan wahyu yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih gua Hiro dan bertahannuts yaitu ‘ibadah di malam hari dalam beberapa waktu lamanya sebelum kemudian kembali kepada keluarganya guna mempersiapkan bekal untuk bertahannuts kembali. Kemudian Beliau menemui Khadijah mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua Hiro, Malaikat datang seraya berkata: “Bacalah?” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!”. Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah).” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kembali kepada keluarganya dengan membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah. Beliau menemui Khadijah binti Khawailidh seraya berkata: “Selimuti aku, selimuti aku!”. Beliau pun diselimuti hingga hilang ketakutannya. Lalu Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Khadijah: “Aku mengkhawatirkan diriku”. Maka Khadijah berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung silaturrahim.” Khadijah kemudian mengajak Beliau untuk bertemu dengan Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza, putra paman Khadijah, yang beragama Nasrani di masa Jahiliyyah, dia juga menulis buku dalam bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil dalam Bahasa Ibrani dengan izin Allah. Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta. Khadijah berkata: “Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putra saudaramu ini”. Waroqoh berkata: “Wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menuturkan peristiwa yang dialaminya. Waroqoh berkata: “Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa. Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Apakah aku akan diusir mereka?” Waroqoh menjawab: “Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku”. Waroqoh tidak mengalami peristiwa yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu meninggal dunia pada masa fatroh (kekosongan) wahyu.

Catatan dari audio Kajian di atas:

Kita sedang mempelajari hadits yang sangat agung, panjang sekali. Hadits yang menceritakan tentang awal mula turunnya wahyu terhadap Rasulullaah shallallahu ‘alaihi wasallam dan awal pengutusan Muhammad sebagai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sangat panjang. Diriwayatkan oleh ‘Aisyah dari Urwah bin Zubair.

Dalam Shahih Muslim ada 6 sanad dan Imam Muslim meletakkannya menjadi 6 hadits. Dalam Shahih Bukhari ada 4 sanad dan Imam Bukhari meletakkannya menjadi 8 hadits dalam kitabnya tersebut.

Ada semacam kelembutan dalam menceritakan hadits ini.

Berikut Perawi Hadits ketiga tersebut:

  • Yahya bin Bukair

Beliau syaikhnya Imam Bukhari > ada 5 tempat di shahih bukhari dari hadits ini yang diriwayatkan dari Yahya bin Bukair

Seorang perawi guru Imam Bukhari, digunakan periwayatannya oleh Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Ibnu Majah.

Lahir 155 H (ada yang mengatakan 154 H). Wafat 231 H. Sezaman dengan Imam asy-Syafi’i.
Kunyah beliau Abu Zakariya. Beliau bernama Yahya, bapaknya bernama Abdullah, kakeknya bernama Bukair {seorang ‘alim diantara ‘ulama hadits}. Jadi nama aslinya Yahya bin ‘Abdillah bin Bukair. Imam Bukhari menisbatkan langsung kepada kakeknya (hal ini tidak masalah, seperti halnya Imam Ahmad bin Hanbal, Hanbal itu nama kakeknya).
Beliau seorang Quraisyi, namun bertempat tinggal di Mesir. Seorang Mufti Mesir, tsiqoh dan luas ilmunya.

Beliau meriwayatkan dari banyak ‘ulama. Diantara para ‘ulama yang beliau meriwayatkan dari mereka:

  • Imam Malik
  • Imam al-Laits bin Sa’d (masuk ke sanad hadits ke 3 ini)
  • Ibnu Majisyun
  • Ibnu Lahi’ah
  • Hammad bin Za’id
  • Ibnu Wahab

Dan banyak lagi.

Para ‘ulama juga banyak yang mengambil riwayat dari Yahya bin Bukair ini, diantaranya:

  • Imam Bukhari
  • Yahya bin Ma’in
  • Abu Zur’ah

Dll

Beliau adalah salah satu perawi al-Muwaththa’ dari Malik. Ada yang mengatakan bahwasanya Yahya bin Bukair ini mendengarkan al-Muwaththa’ dari Imam Malik 7 kali.

Kita akan melihat bagaimana perkataan para ulama hadits mengenai Yahya bin Bukair ini, apakah ada permasalahan terhadap Yahya bin Bukair:

Dikatakan oleh sebagian ulama diantaranya  Abu Hatim ar-Razy : “laa yuhtajju bih” >> tidak dijadikan hujjah (bermakna tidak termasuk dalam kategori perawi maqbul).
Bahkan yang lebih zhahir lagi dan ini yang diperbincangkan para ulama > Imam an-Nasa’i melemahkan Yahya bin Bukair. Mengatakan Yahya bin Bukair itu dha’if. Imam an-Nasa’i adalah salah satu dari ahli hadits yang sangat selektif dalam hal urusan jarh wa ta’dil dalam perawi. Ada yang mengatakan Imam an-Nasa’i lebih ketat dalam menyeleksi perawi dibandingkan Imam Bukhari namun ijtihad Imam Bukhari dalam memilah perawi lebih bagus.

Imam adz-Dzahabi dalam kitab Tarikh al-Islam. mengatakan: “saya tidak tahu apa yang membuat an-Nasa’i mendho’ifkan Yahya bin Bukair dan ini adalah jarh yang mardud (tertolak). Alasannya: syaikhaan (Imam Bukhari dan Imam Muslim) telah berhujjah dengan Yahya bin Bukair; dan aku tidak pernah mengetahui ada satu hadits pun yang diriwayatkan Yahya bin Bukair yang merupakan hadits munkar.”

Alasan ketiga ya jumhur ulama menerima, memuji dan mentsiqohkan Yahya bin Bukair. Jika ada satu atau dua ahli hadits yang berbeda dari pendapat jumhur maka diperlukan jarh mufassar untuk penguatan klaim tersebut. Alasan men-jarh nya apa harus ada. Dan dengan demikian wallaahu a’lam jarh imam an-Nasa’i tidak dianggap.

Ibnu Jauzi menyebutkan Yahya bin Bukair ini dalam kitab beliau Adh-dhuafaa wal matrukin > berarti dianggap dha’if.

Namun wallaahu a’lam pendho’ifan Yahya bin Bukair ini tidak dianggap. Wallaahu a’lam.

Yahya bin Bukair ini dalam hadits ketiga tersebut meriwayatkan dari Al-Laits bin Sa’d.

  • Al-Laits bin Sa’d

Beliau sepantara dengan Imam Malik dari segi hadits dan segi fiqh bahkan lebih baik dari Imam Malik seperti yang dikatakan Imam Syafi’i. Padahal Imam Syafi’i ini murid Imam Malik.

Nama beliau: al-Laits bin Sa’d bin ‘Abdirrahman al-Fahmi. Beliau penghuni Mesir (seperti halnya Yahya bin Bukair tadi). Seorang tabi’ut tabi’in. 94 H – 175 H. Satu generasi dengan Imam Malik, bedanya Imam Malik di Madinah beliau di Mesir. Kunyahnya Abul Haarits. Cerita tentang beliau ini sangat banyak. Termasuk imam fiqh yang tidak dikenangkan madzhab beliau.

Berikut perkataan para ulama tentang beliau:

Imam asy-Syafi’i berkata: “Saya merasa sangat menyesal tidak bertemu dengan Imam al-Laits, beliau lebih faqih daripada Imam Malik.”

Bahkan muridnya yaitu Yahya bin Bukair tadi (yang juga murid Imam Malik) berkata “al-Laits lebih faqih daripada Malik, namun nasib lebih berpihak pada Imam Malik”

Dan jika di dalam kitab2 Imam Malik ditemukan kalimat “sami’tu man ardho bi ‘ilmihi” (aku mendengar dari orang yang kuridhoi keilmuannya) menurut Ibnu Wahab (murid Imam Malik), tidak lain yang dimaksud adalah Imam al-Laits.
Ibnu Wahab juga berkata seandainya Allahu subhanahu wata’ala tidak membantuku melalui al-Laits dan Malik maka aku akan tersesat.

Imam Ahmad: “Imam al-Laits banyak ilmunya, shahih haditsnya, tidak ada diantara penduduk Mesir yang lebih kredibel daripada beliau”

Beliau berhaji pada tahun 113 H, sekitar 20 th. Ketika berhaji itu bertemu dengan banyak ulama. Belajar, berguru dan meriwayatkan hadits pada ulama yang ada di sana. Diantara ulama yang beliau mencari ilmu darinya ketika berhaji: Atho’ (tabi’in), Nafi’, Ibnu Syihab az-Zuhri.

Dalam sanad hadits ketiga ini antara al-Laits dan Ibnu Syihab ada orang lain. Berarti ketika haji tersebut Ibnu Syihab tidak memperdengarkan hadits tersebut ke Al-Laits.

Harfalah (murid Imam Syafi’i): “Imam Syafi’i berkata Imam al-Laits lebih berittiba’ pada atsar daripada Imam Malik”

Lalu kenapa Imam al-Laits tenggelam namanya, karena tidak ‘diangkat’ (dipopulerkan) warisan ilmunya oleh murid-muridnya. Padahal murid2nya banyak.

Al-Laits tiap hari memiliki 4 majelis:

  • Majelis pertama itu khusus untuk shulthon (jadi beliau ulama daulah juga). Jika beliau mengingkari siapapun dalam pemerintahan beliau langsung mengirim surat.
  • Majelis kedua untuk ashabul hadits (takhosus orang yang ingin mendapatkan hadits dari beliau)
  • Majelis ketiga untuk masalah-masalah yang ditanyakan kepadanya (awam bertanya; ahli menjawab)
  • Majelis keempat yang berkaitan dengan hajat manusia keumuman yang tidak ditanyakan kepada beliau.

Imam al-Laits termasuk orang yang kaya, dalam setahun 80 ribu dinar income beliau. Qutaibah bin Sa’id (guru Imam Bukhari, murid Imam Al-Laits) berkata: “Al-Laits tiap shalat 5 waktu pergi ke masjid jami’ dengan kendaraan”

Beliau bersedekah tiap hari kepada 30 orang miskin.
Beliau seorang ‘karnivorian’ >> selalu makan daging. Abdullah bin Sholih: “Saya bersahabat dengan al-Laits sepanjang 20 tahun, beliau tidak mau makan siang maupun makan malam kecuali bersama manusia makannya (makan bareng-bareng) dan beliau tidak mau makan kecuali dengan daging melainkan saat sakit.”

 bersambung…

  IMG-20150403-WA0002IMG-20150403-WA0001

NB: gambar diagram perbandingan sanad ini, dikumpulkan dari 15 sanad dari Imam Muslim dan Imam Bukhari rahimahumallah.

#entah pengen nulisin ini di blog, soalnya kajian tadi pagi ngena banget.. ahay ini dia sosok Imam Al-Laits rahimahullah.. yang sering sekilas Ustadz sampaikan kalau mencontohkan tokoh fiqh yang madzhab fiqhnya tidak sampai pada kita, padahal sangat bagus.

dan di kajian-kajian sebelumnya sering tertohok dengan kalimat “katanya ingin menjalankan al-Qur’an dan Sunnah sesuai pemahaman salafush shalih, namun kenal nama-nama ulama salaf saja tidak apalagi profil dan pendapat-pendapatnya?!” Bohong banget itu sih ya *ketohok banget ceritanya* hehe.

Meniriskan Stigma

 

usah ada sesal dalam langkah yang telah tertempuh

meski suara kian gaduh menuduh

hilir mudik di lintasan tanya menjelma ricuh

bak genderang perang tertabuh

 

alpa memang tabiat manusia

namun bukan berarti fitri tak bisa terupaya

tiba masa menjerang beku luka jadi lumer ceria

bak fajar luluhkan gelap dengan cahaya

 

abaikan saja euforia semu berkelakar

bukankah jerami bertemu api kan habis terbakar?

 

tetap kukuh menyusun jiwa derana

setia kaji eulogi kekasih nan mulia

terus ikuti jalan yang dituntunkannya

 

bersediakah engkau, sobat?

 

meniriskan stigma rengkuh bahagia

 

28 Agustus 2012

 

#senyum dan do’a tanpa jeda bagimu, tetap smangaD n_n/

#buat Arisan Kata 18 di sini hehehe =D

 

gambar dari sini

 

*baru ngeh puisi ini belum takpindah kemari =D

hihihi

Satu Milimeter

bismillaah..

Mungkin, saya bisa sedikit memahami kini mengapa Imam Ahmad rahimahullaah lebih memilih tetap teguh dengan prinsipnya meski dengan hal itu siksaan akan semakin kejam dan kematian keji seolah menjemput di hadapan. Padahal ‘rukhshah’ bisa saja beliau ambil, ketika penganiayaan sudah sangat melampaui batas. Dan saya juga mungkin bisa sedikit memahami mengapa para muridnya menasihati agar beliau berkompromi dengan penguasa -mengiyakan bahwa Quran itu makhluk- tapi hati tetap menolak. Para murid itu tahu penyiksaan model bagaimana yang dihadapi gurunya tiap harinya. Akan tetapi jika saja Imam Ahmad memilih rukhshah itu, entah fitnah kesesatan seperti apa yang akan merebak dahsyat seketika itu (fitnah dalam b.arab bukan b.indonesia maksudnya.. hehe). Sang Imam tahu betul, di luar benteng penjara, rakyat Baghdad dengan pena dan kertasnya menunggu kalimat sang Imam sebagai panduan.

Bisa jadi banyak orang bisa memaklumi ketika pilihan ‘keringanan’ yang menjadi keputusan, dengan argumen dalil kebolehan rasulullaah kepada Ammar bin Yasir mengakui keimanan ‘lain’ hanya dalam lisan sebab penyiksaan dahsyat yang ia rasakan. Namun sungguh pilihan beliau rahimahullaah menjawab nasihat para murid dengan bijak dan kapasitas ilmunya “Nah, apakah pantas aku selamat sendirian dan mereka menjadi sesat”

Wahai ustadz Rahmat.. rahimahullaah.. saya merindukan sosok antum, yaa Ustadz. Merindukan tulisan-tulisan semacam tulisan milik antum..

“Atau semangat zaman telah menaklukkan makna hakiki sabda. Akhirnya segalanya boleh kecuali yang bertentangan dengan nafsu mereka. Untuk meyakin-yakinkan publik terkadang mereka mengutip qaidah-qaidah fiqh dan pada saatnya mereka terbentur dengan prinsip: ‘Tak semua khilaf datang dengan (bobot) yang pantas diterima, kecuali khilaf yang berakar pada nalar (yang benar)’.”

Humm.. ketika bidikan menyimpang satu milimeter, apakah peluru yang melesat dari laras juga akan menyimpang satu milimeter dari sasaran?

Jika saya membayangkan seperti di film-film action pembunuhan seseorang, bidikan sniper meleset, menyimpang satu milimeter dari yang seharusnya; maka bukan si target yang terbunuh. Misi gagal. Tak bisa mengulang tembakan kedua karena pasti pasukan pengamanan telah mencari sumber tembakan.

Ah, iya.. seperti tanggapanmu waktu itu, aku ingat betul meski tak menuliskan atau menyimpannya, katamu bukan mengenai sasaran tapi justru merusak apa yang seharusnya utuh.
Waktu itu aku terkesiap. Hanya diam saja dan merenung mendapati tanggapan semacam itu. Aku tak berpikir sejauh itu. Yang terbayang di benakku saat kalimat itu meluncur adalah seseorang yang berlatih menembak, akhirnya sasarannya sama sekali tak tertembak. Melesat jauuuh sekali dari titik sasaran seharusnya. Namun, kau membuka mataku. Hey, ini bukan latihan menembak. Ini tembakan sesungguhnya. Yang di sekitar sasaran itu bisa jadi ada korban yang akan jadi ‘sasaran baru’ berkat satu milimeter. Sayangnya sang sasaran baru itu seharusnya bukan korban, ia mustinya tak terluka sama sekali. Luar biasa bukan dampak dari istilah ‘meleset satu milimeter’ itu. Ya, hanya satu milimeter. Merusak apa yang seharusnya utuh. Ah..

Image

Memang satu milimeter itu pada kenyataannya bisa jadi itu bukan kesengajaan. Mana ada ya, sniper salah tembak sengaja?! hehe. Setiap manusia tak luput dari kesalahan bahkan rasulullaah sekalipun pernah ditegur langsung oleh Allaah melalui firmanNya. Namun kesalahan tetap harus kita sampaikan sebagai sebuah kesalahan. Bukan mencari pembenaran dan pemakluman dari satu milimeter melesetnya laras tanpa kesengajaan itu. Agar orang lain tak menganggap bahwa korban yang jatuh seharusnya adalah sang ‘korban baru’ itu. Agar orang-orang tak menganggap bahwa tak apa hal yang seharusnya utuh itu rusak karena ketidaksengajaan. Jadi kita boleh saja dengan mudah ‘tak sengaja’ merusak lagi di lain kesempatan. Atau mengikuti merusaknya tanpa ketidaksengajaan. Mengerikan, kawan.

Sungguh.. di detik-detik semacam ini, saya begitu merindukan sosok Al-‘Umari cicit Al-Faruq itu.. (Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdullah bin Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu). Betapa tegas dan kritisnya beliau dalam menyatakan yang haq. Beliau mengkritisi para ulama yang dianggap telah mendekat pada kekuasaan dengan perkataan ‘kalian mulai condong pada dunia’.

Imam Adz-Dzahabi meriwayatkan perkataan Al-‘Umari:

“Sungguh termasuk yang melalaikanmu dari jiwamu adalah karena kamu menolak Allah subhanahu wata’ala dengan memperoleh pada sesuatu yang membuatnya marah lalu kamu melakukannya. Kamu tidak memerintah pada yang baik dan tidak melarang kemungkaran, karena takut terhadap makhluk. Padahal makhluk sama sekali tidak mempunyai kuasa untuk memberi bahaya dan manfaat atasmu. Barangsiapa yang meninggalkan amar ma’ruf dan nahyul munkar karena takut kepada makhluk, akan dicabut kewibawaan dirinya. Hingga ketika ia memerintahkan anaknya, anaknya itu akan menganggap enteng perintahnya.”

Betapa dalam kata-kata Al-‘Umari itu, menampar relung hati ini, apakah diri ini tergolong mereka yang takut kepada makhluk? Dengan sadar atau tanpa sadar membuat Allah marah, murka.. *mewek

Ia sosok yang kritis juga kepada sang amirul mukminin waktu itu, Harun Ar-rasyid. Sampai pernah dikatakan oleh Ar-Rasyid, “Demi Allah, saya tidak tahu ada masalah apa dengan al-Umari. Saya tidak suka datang meminta nasihat kepadanya, tapi saya sangat suka meminta pendapatnya.”

Nasihat kebenaran, memang seringkali pedas di telinga dan hati kita. Membuat kita tak nyaman mendengarnya dan tidak terima atas perlakuan yang seolah kasar. Namun, tengoklah sosok sang khalifah Harun Ar-Rasyid.. dia mempercayai dan memegang pendapat sosok ulama yang bisa jadi begitu pedas dalam menasihatinya.

Satu hal yang pasti, bersyukurlah ketika kita melakukan sebuah kesalahan lalu masih ada yang mau menasihati kita. Menegur kita. Bayangkan jika kita berbuat salah lantas semua orang membiarkan kita bergelimang kesalahan entah sadar atau tidak. Tak peduli ketika kita berbuat kemungkaran pun kemaksiatan. Nasihat mungkin pahit, tapi bisa jadi obat untuk kembali menemui kebeningan hati, berkaca pada cermin kebenaran sejati.

Image

Rabbi.. Ampuni kami.. =’)
*menulis sambil menahan derai air mata

#gambar dari instagram adikq.. hehe =D

Ganteng Euy *dipentung

Image

Aseliii.. Quran itu bikin kegantengan seseorang meningkat berlipat-lipat ratusan persen. Ahahahaha

*Pasang tampang ganteng.. =))

Woy sadaaaar Jar.. dirimu perempuan *tepokjidad.. qeqeqe

[gambar atas tadi dari twitter @sahabatsuriah ]

“Biar kanan kiri pertempuran, terus kuatkan iman dg Tilawah Al-Quran. #Syria

Aih, keren ya.. Maa Syaa Allaah.. Ganteng bener dah, bertempur melawan musuh Allaah di medan jihad dibersamai tilawah quran.. Cakep beneeerr.. *ngiri

Image

Sudahkah hari ini engkau membaca Al-Quran? =)

-pesen dari UGM Menghafal-

Jangan lupa ini hari Jum’at.. Al-Kahfi yuuuk.. hihi

#OneDayOneJuz and more.. and moree..

countdown to Ramadhan..

Image

Jadikan Al-Quran pedoman hidup kita.

Baarakallaahu fiikum.. =)

n_n/

Spesial buat yang di Jogja dan sekitarnya

UNDANGAN 

Seminar Al-Qur’an NASIONAL, Ahad 7 April 2013 pukul 07.30-Dzuhur 

di Gedung Multi Purpose UIN 

Pembicara : Ustadz Hidayat Nur Wahid & Ustadz Abdul Aziz Abdul Rauf, Lc Al-Hafidz (ustadznya Winda nih.. hihihi)

Infaq 10ribu. 

Mari “Bumikan Al-Qur’an, Selamatkan Generasi , Muliakan Negeri”

Sebarkan.

Daftar  085729297646

Terhadap Jarak

“Distance yourself from anything and anyone that distances you from your Creator”

(Syaikh Omar Suleiman )

Allaah, kumohon berikan aku jarak yang jauh pada hal-hal yang menjauhkanku denganMu..

meski itu hal-hal yang kusukai

berikan aku jarak pada apa-apa yang mengundang murkaMu..

=’)

Wishful Wednesday [2]

Bismillaah..

Tadi saya ga sengaja liat statistic, eh follower nambah.. siapa ya? Saya belum follow ternyata. hehe. Hemm.. saya tengok lah ke blognya. Elam namanya. Mata saya langsung tertuju di quote yang ada di blognya:

“Khoiru jalisin fi az-zamani kitabun

Sebaik-baik teman duduk di setiap waktu adalah buku

Jarrib walahidz takun ‘arifan

Coba dan perhatikan, niscaya engkau akan paham”

Aih, suka sekali ama quote itu.. *kasi dua jempol deh.. hehehe

Langsung inget, oiyaa ini Rabu.. saatnya wishful wednesday ala Mba Astrid. Ada yang lucu dari kejadian pekan kemarin, ternyata link yang kumasukin ga masuk gegara sapidi ngadat. ahahahaha.. Jadi ngikik deh. Pas mau ngirim link mendadak kedip-kedip ni modem sapidi. Heu.. Ya sudahlah. Tapi tetep pengen ngeramein dong ya, biar aku inget juga buku-buku list inceranku tu apa aja *biar ga kalap kalo ada bookfair atau diskon buku. haghaghag =))

Emm.. Ngerekap dulu ya, baiklah..
1. Fiqhud Da’wah [M. Natsir]

tetep belum punya.. ahahaha.. jadi belum bisa dicoret.

Nah, di babak 2 ini *apasih, Wishful Wednesday saya ada pada buku ini nih..

Image

Manhaj Haraki jilid 1

Strategi Pergerakan dan Perjuangan Politik dalam
Siroh Nabawiyah
(Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban)
15.5 x 24 cm (hc)
(1) 680 halaman

Kalo di situ sinopsis buku ini begini :
Perjuangan harokah Islam di masa sekarang, dengan berbagai karakter, masalah, dan solusinya, memiliki kemiripan dengan perjuangan Nabi Saw dahulu. Melalui buku ini marhalah demi marhalah pergerakan nabi dikupas seraya dianalisis, kemudian diaplikasikan ke dalam perjuangan harakah Islam kontemporer.

Baiklah kenapa buku ini?
Pasti kalo temen-temen yang kenal saya heran, masa ni buku ada di wishlist, emang belum pernah baca? heyyaaa.. Ahahaha.. Jelas pernah baca lah. Secaraaa pernah dapet tugas bedah buku ini *upz.. qiqiqi. Itu membaca pertama kali, hanya beberapa bab, dan sudah jatuh cinta bahkan ketika membaca pengantarnya dari ustadz Rahmat Abdullah. Alhamdulillaah ada kesempatan membaca keseluruhannya dengan modal pinjem buku milik pak ketua takmir. wekekek. Dia tanya “mau pinjem berapa hari mba 2 jilid ni?”,kujawab “2 pekan”, “oke”. deal-dealan kami pun berakhir dengan kesepakatan 2 pekan waktu saya bisa melahap buku itu. hehe.

Dan benar, 2 pekan setelahnya saya kembalikan buku itu. Yang punya malah heran, “udah selesai emangnya mba?”. kujawab “udah”. Ahaha. Buku ini seru abis. Kerasa dekeeet banget ama rasulullaah ketika membacanya, perjalanan Magelang-Jogja pp 2 pekan itu pun hampir tak terasa menggenggam buku itu dan tenggelam dalam helai demi helainya. Sesekali senyum mengembang dan sering air mata tak bisa dibendung lagi di beberapa bagian. Ah, aku jatuh hati pada buku ini. Yang mengajarkanku agar terus belajar mencintai Rasulullaah.

Dalam pengantarnya Ustadz Rahmat Abdullah menyatakan, bahwa bagi kaum Muslimin di negeri ini kajian yang populer adalah aqidah, fiqh dan akhlak. Namun, ada yang terputus. Ketiga kajian ini jelas kekurangan satu hal pokok, yaitu “mata rantai yang akan menghubungkan mereka dengan Rasulullah, bahkan dengan nabi-nabi sebelumnya”. Padahal pemahaman dan penghayatan sejarah masa lampau adalah sebuah kemestian bagi pembangunan suatu umat.

Saya jadi ingat sebuah kalimat “jika ingin menghancurkan suatu negara, jangan ajarkan pemuda untuk mengenal sejarahnya”. Hmm.. bisa jadi pemuda Muslim dijauhkan dari sejarah dan mengalami keterputusan itu memang dalam upaya menghancurkan umat Muslim.. Jauh dari sejarah kecemerlangannya. Itulah kenapa saya berusaha menyukai sejarah.

Dan buku ini, salah satu buku sirah rasulullah yang keren dan ilmiah, tak seperti buku sejarah yang sekadar biografi tokoh besar. Ahay tapi memang saya belum berkesempatan memilikinya. Ada aja halangannya. Ahahaha.. Entahlah. Udah dari berapa tahun dimimpiin ni buku. Bisanya cumi “cuma minjem” wekekekek.

Oya, Al-Manhaj Al-Haraki karya munir Muhammad al-Ghadban ini oleh ustadz Rahmat disebut begini

“ditulis dengan semangat cinta kepada Rasulullah dan ruhul jihad yang tinggi. Penulisnya memilih sisi harakah sebagai bidang pembahasannya dan beliau sangat mahir dalam hal ini…. Ia menghubungkan kita dengan sebuah karya gemilang dari perjuangan menegakkan risalah oleh Muhammad dan para sahabatnya ridwanullahi ‘alaihim. “

Yah, semoga kita bisa belajar mencintai Rasulullah dengan sebenar-benar cinta dan mengikuti jalan yang telah beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan benar.. =’)

Dan semoga di waktu yang tepat saya akan berjumpa dengan buku ini dan bisa saya labeli punya fajar. Ahahaha. Aamiin.. =D

___________________________________________

Anyone of you would join this Wishful Wednesday? Check this out:

wishful-wednesday

1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu.

2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!

3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.

4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlist-nya di hari Rabu =)

Ilmu antara Tahu dan Mau

Image

Apa kabar penghafal sekian banyak ayat, pelahap sekian banyak kitab dan pembahas sekian banyak qadhaya yang belum beranjak dari tataran tahu untuk bersiap menuju mau?
Siapakah engkau, wahai pengendara yang menerobos larangan masuk kawasan berbahaya?
Siapakah engkau, yang diminta memilih antara madu dan racun, kurma dan bara, lalu dengan sadar melahap bara mencampak kurma menenggak racun membuang madu?

Alim, jahil atau sakitkah engkau?
Siapakah gerangan engkau yang tiba-tiba menemukan diri berada di sebuah tempat yang nyaman dan membuatmu tak pernah berpikir untuk pergi, karena tuan rumah tempat kau tinggal tak pernah menagih rekening listrik, buah dan sayuran, kolam renang dan landasan pesawat, menu dan lahan berburu.
Kau menikmatinya berpuluh tahun, namun tak pernah bertanya : Siapa pemilik rumah ini? Apa kewajibanmu di sana? Kemana lagi engkau sesudah ini? Engkau yang telah menghabiskan seluruh usia untuk penjelajahan ilmu yang memberitahukan berapa miliar tahun umur dunia, bagaimana akurasi, peredaran bumi, matahari dan galaksi, ketepatan ekosistem dan karakter benda, lalu menuduh wahyu itu kuno, karena telah melewati masa seribu empat ratus tahun? Tak punyakah engkau segenggam rasa malu untuk pergi mencari planet lain yang lebih muda? Seandainya engkau jumpai yang lebih muda, sadarkah engkau bahwa itu bukan ciptaanmu?
Siapakah engkau, wahai penjaga kebun anggur yang disuruh menghantarkan untaian anggur, lalu pergi dengan lagak seperti pemilik kebun dan tak mau kembali lagi, karena si pemabuk telah mempesonamu dengan kepandaian mengubah anggur menjadi arak? Engkau tak punya secuil kearifan ahli ilmu.
[Ustadz Rahmat Abdullah rahimahullah, dari buku “Untukmu Kader Dakwah”]
*jleeeeeeeeeeeebbhhh

Lalu, Kau Bertanya untuk Apa?

Image

Beberapa hari yang lalu aku membuka lagi buku yang pernah selesai kubaca tahun lalu. Aku memang suka mengulang membaca buku yang kusuka, karena selalu ada kesan yang berbeda dalam kesempatan yang tak sama jika mengulang bacaan. Tentang buku itu, berkali pun kubaca selalu sukses membuatku meleleh deras. hahaha. Ini ketiga kalinya aku membacanya sampai tuntas buku 323 halaman ini.

Sedikit terusik ketika sampai di halaman aku menemukan kata “burdain”, deg.. Aku tiba-tiba ingat kalau aku lupa (bahasa apapula ini ‘tiba-tiba ingat kalau lupa’ haghag) apa arti bardain. Duh. Dulu pernah nanya, tapi kucoba-coba mengingat jawaban dari yang kutanyain tahun lalu, tetep aja lupa. Langsung panik ngubek-ubek HP, buka satu-satu sms di situ, pegel juga. hahaha. Ga ada. Di draft juga, ga ada. Kucari-cari di buku biasa aku nyoret-nyoret hal baru yang perlu kucatat, ga ada juga. Mau tanya orangnya lagi maluuuu.. hahaha.. *payah. Padahal juga yang ditanyain pasti mau ngejawab lagi, tapi tetep aja malu. Niat ga sih, nanya mulu. wekeke.

Sampe aku putus asa dan akhirnya aku inget, kalo waktu itu smsnya yang udah nangkring beberapa hari di inbox hp kuhapus gegara inbox penuh. Tapi sebelum ngehapus kubaca baik-baik isinya sampai ingat betul. Ternyata, belum satu tahun aja aku udah lupa apa yang aku ingat waktu menghapus itu. Duh, payah. Akhirnya dengan mengesampingkan rasa malu kutanya lagi lah. hehehe. Aku sih tau kalau burdain itu shalat shubuh & ashar tapi lupa beneran itu dari kata apa dan kenapa bisa jadi dua shalat itu disebut burdain. Phyuh..

Eng ing eng.. dijawab lagi lah yang kedua kalinya

“Itu dari kata barada yang artinya dingin. Al-bardu itu dingin, bardain itu dua dingin (dua tepi siang yang dingin, yakni Shubuh dan Ashar). Kalau al-burda atau burdah artinya kain bergaris”

Yay, itu dia sms yang persis dengan jawaban tahun lalu. Aiih Fajar dasar pelupa. *tepok jidad. Hihihi. Kali ini tak mau kulepas, bener-bener kucatat di tempat yang aman. haghag.

Dengan kejadian simpel ini aku merenung, ya Allaah sudah berapa banyak pertanyaanku yang dijawab sungguh-sungguh oleh yang kutanyai tapi kulupakan begitu saja? Lalu sesungguhnya aku bertanya untuk apa? Kalau memang untuk tau dan paham kenapa semudah itu kulupakan? Waktu itu berkali-kali beristighfar. Dan ini pembelajaran berharga untukku. Agar sungguh-sungguh mengikat ilmu dengan merekamnya dalam tulisan karena jika hanya disimpan dalam ingatan, lupa itu niscaya. Bukankah menulis itu juga bagian dari upaya merekam sesuatu lebih lama dalam ingatan kita? hehehe. Makanya jangan males nyatet jaaar.

Bertanyalah untuk menjadi sebuah pemahaman yang kau amalkan, Jar. Karena buah ilmu adalah amal. Jika sungguh-sungguh diamalkan lupa itu akan mudah kau lawan. #NtMS

Obrolan Tiga Jendela

Gegara kesindir ama mensyennya Pak Syam. Jaraway kebanyakan ngereblog. haha.. Memang, move on dari MP itu belum sukses sepenuhnya *eeaa. Jadi ini Fajar memaksakan diri harus nulis. Sebenernya banyak ide dah loncat-loncat di kepala menunggu dieksekusi, tapi tiap kali mau nulis dan ngadep lappy, bubar jalan.. hehehe. Dari kemarin nulis, dapet separuh trus mandeg, dapet separuh mandeg lagi, ga kelanjut. Ditambah ga kuat ngadep lappy kelamaan. hihihi. Sekarang ini bisa deselesein juga ternyata. haha.

Sebelumnya mau mengucapkan ikut berbela sungkawa atas meninggalnya ayah Pak Syam di tanah suci. Allaahummaghfirlahu warhamhu wa ‘aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi’ madkhalahu, waghsilhu bil maa’i watstsalji wal barad, wa naqqihi minal khathaayaa kamaa naqqaitats tsaubal abyadha minad danas, wa adkhilhul jannata, wa a’idhu min ‘adzaabil qabri. Semoga merupakan akhir kehidupan yang husnul khatimah. Indah sekali wafat di baitullah dan dishalatkan di sana.. =’)

Image

Baiklah, aku mau cerita. Akhir November tahun lalu Fajar pergi ke Jakarta dan sempat main ke rumah pemilik tiga jendela (Ai @akuaisemangka Sari Yulianti) *telat banget ceritanya baru sekarang.. haha. Beginilah masih susah move on dari MP. haghag. Akhirnyaa.. aku bisa ketemu tiga jendela itu, dari dulu penasaran.. Sebenere mau ketemu Ai apa tiga jendelanya yak. qiqiqi *gagalpaham. Nah, sewaktu di sana obrolan yang cukup membekas ya ga jauh-jauh dari tulis-menulis, hehe. Ai yang bercita-cita jadi penulis dan memang telah nerbitin buku pun sudah ikut juga di beberapa antologi hari itu harusnya pergi ke acara salah satu penerbit tapi ga jadi. hihihi

Kami pun berbincang tentang beberapa penulis yang sudah lama malang melintang di dunia olah kata rangkai aksara itu. Terutama penulis-penulis genre fiksi. Aku mungkin sudah terlalu sering bilang ke Ai, kalo aku ga begitu suka baca buku fiksi. hehe. Ai pun dulu begitu (inget tulisannya di MP). Tapi karena pilihannya menjadi penulis di ranah fiksi jadi ya mau tak mau Ai musti kudu wajib melahap banyak buku ‘aliran’ fiksi.

Tentang fiksi ini, aku masih ingat dulu guru pelajaran Bahasa Indonesiaku di SMA mengajarkan bahwa imajinasi kita harus diasah dengan mempelajari banyak hal. Membaca banyak peristiwa dan berani keluar dari ‘zona nyaman’ kita. Jika mau membuat cerita berlatar tempat A, ya kita harus pelajari dan kenal betul tempat A bagaimana, meskipun kita belum pernah benar-benar berada di tempat itu. Lalu karakter orang juga harus banyak kita pelajari walaupun kita belum pernah menjumpai orang semacam itu di kehidupan nyata. Profesi pun begitu. Eksplorasi kita harus luas. Begitu yang disampaikan beliau.

Ada yang lucu sih waktu itu, bu guru sambil bercanda dan senyum berujar bahwa tak begitu suka majalah An-Nida *lirik enje.. peace njee =p dan bilangnya sambil menatap ke arahku, aku balik senyum aja. haha. Lha, yang pake jilbab di kelasku memang tak banyak dan yang waktu itu antusias dengan pelajaran beliau ya sepertinya aku. Mau tak mau tatapan itu pun mengarah padaku. hihihi. Beliau berpendapat bahwa karakter tokoh-tokoh di cerpen An-Nida terlalu ‘melangit’, begitu ‘wah’, kayak ga mungkin ada di kenyataan. Dalam hati aku antara sepakat dan tidak sepakat dengan pernyataan beliau. Sepakat dengan ga begitu suka majalah An-Nida karena memang dasarnya aku ga begitu suka baca fiksi dan kurang suka tema-tema yang diangkat di cerpen-cerpennya. Ini subjektif aku banget. hahaha. Tapi ga sepakat kalo dianggap tokoh-tokoh yang ada di cerpen itu ga mungkin ada di kenyataan. Nyatanya aku pernah menjumpai ‘sosok-sosok langitan’ itu di kehidupan nyata. Tapi aku sendiri memang lebih sreg jika sebuah tulisan tak melulu sosok tokoh yang baiiiik banget. Untuk mewarnai kita. hehe. *IMO

Kembali ke tiga jendela *haiyah hihihi. Nahh, Ai menceritakan beberapa penulis novel Islami yang bisa menembus penerbit yang ‘sulit tertembus’. Murid les Ai pernah bercerita kalau teman-temannya sekarang gemar membaca novel dari penerbit itu. Tapi memang muatan di novel-novel itu ‘begitu’. Makanya salut juga bisa menembus penerbit semacam itu, menyusupkan nilai-nilai & prinsip Islami tanpa label Islam. Kita memang patut bersyukur tren baca anak-anak muda sekarang melesat pesat, namun juga perlu khawatir muatan apa yang masuk dan dicerna oleh mereka generasi penerima tongkat estafet itu *tsaah. Nilai-nilai seperti apa yang akan tertanam dalam benak mereka. Apakah nilai-nilai kebaikan & kebenaran atau justru hal-hal yang tak sadar menjerumuskan semacam pemikiran ‘sipilis’ (sekularisme pluralisme liberalisme). hehehe. Aku punya adik kecil yang beranjak remaja jadi ama beginian agak geram. haha

Alangkah indahnya jika setiap kita memilih ranah perjuangan masing-masing dan bersungguh-sungguh di situ, membawa misi kebenaran. =D

Begitu juga para da’i yang memilih berjuang di dunia kepenulisan fiksi ini. Bahwa ada sebuah cita mewarnai dengan ‘shibghatallah’ di area yang kini banyak dilahap anak-anak muda kita, sepatutnya tujuan itu tak pupus. Perjuangan di bidang ini tentu tak mudah, eksplorasinya musti manteb, apalagi harus berkejar-kejaran dengan ‘celupan-celupan’ lain yang tak kalah sungguh-sungguh dalam membawa nilai-nilai mereka.

Sampai di bagian ini, aku ingat satu ujaran “dulu novel yang beraroma pornografi ditulis oleh novelis laki-laki, kini justru yang menulisnya adalah perempuan menjadi best seller pula”. Aku lupa ini kata-kata siapa.. hehe n_nv peace.

Tentang ketidaksukaanku terhadap fiksi, eum.. ini sih bagiku sudah sampai ke ‘level’ hal prinsip. hehehe. Dulu aku suka membuat cerpen dan membacanya. Novel 5 cm, Laskar Pelangi, Sang Pemimpi bisa kulalap dalam 2 atau 3 hari. Kumpulan cerpen dulu paling kusuka adalah tentang kumpulan cerpen yang bercerita tentang Palestina, Bosnia, Kashmir, dan semacamnya. Tapi, tetap saja lebih menyukai bacaan non fiksi. Apalagi ketika kini, beroleh kajian dari beberapa ustadz, mengada-adakan cerita itu tidak boleh. Dan para pendongeng ini pun yang mengakibatkan betapa banyak hadits-hadits dan kisah-kisah palsu yang beredar luas di kalangan umat Muslim. Miris rasanya. Dan aku lebih memilih menghindarinya. =D

Oiya, terakhir.. dulu Suryaq merekomendasikan buku dongeng anak 365 Hari Bersama Rasulullah saw, dan 365 Hari bersama Shahabat Rasul *lupa judulnya. Penerbitnya Gramedia. Pernah dinobatkan jadi buku terjemahan terbaik di IBF 2010 kalo ga salah inget. Nah, buku ini nih dongeng untuk anak, tapi bersumber dari hadits-hadits shahih. Keren ga tuh, Ini yang Fajar cari dan dari dulu pengen banget bisa dongeng dengan sumber benar. Jadi inget paniknya mau ngisi TPA ndongeng musti baca tafsir dulu. hahaha. Makanya dari dulu ngincer banget Kitab Shahih Bukhari & Muslim, buat bisa bercerita ke anak-anakku kelak *tsaah.. hahaha. Tambah ni Bang Hendra postingnya sekarang-sekarang ni tentang kisah-kisah lemah & palsu. Wuih, padahal itu yang sering tertanam di benakku, ternyata ga bener, aku ga mau dong nyeritain anak pake hal yang ga bener. Masuk kategori pendusta ntar *ngeri.. hehehe. =D

“memilih dan memilah kisah apa yang terukir di ‘batu’ ingatan anak-anak kita, adalah salah satu hal penting yang menentukan ukiran kehidupan mereka kelak”

(kataku.. haghag)

Karena aku merasa masa kecilku ditanamkan dongeng-dongeng tak masuk akal, semacam Kancil Nyolong Timun, Mak Lampir, Mahabarata, dll. Hahaha. Jadi ga heran juga sekarang banyak tokoh ‘selicik’ kancil dalam dongeng itu, menggunakan kecerdasannya untuk mengakali orang lain, menghalalkan segala cara. Banyak juga orang-orang yang menyukai dunia mistis. haghag. Dan banyak pula yang mempercayai dewa-dewa. hadeeeh. Masa kecilku ga keren banget yak. hehehe. =D Maka, aku tak mau terulang hal yang sama pada anak-anakku kelak. Aamiin. Koq jadi serius amat ya ni tulisan. ahahaha.. whatever lah, yang penting aku mulai nulis lagi.. haghag

Buat Ai, moga sukses jadi penulis yang dicintai penduduk langit & bumi.. diberkahi jalan kepenulisannya dan melahirkan karya-karya yang bisa jadi ilmu yang bisa diambil manfaatnya, mengalir terus kebaikan melaluinya, insyaAllah. Semangka.. smangaD kawan.. ;)

NB : spesial buat my lovely hunny yang hari ini ujian tesis.. ciee.. eeaaa.. moga revisinya cepet kelar.. baarakallaahu fiiki =) pokoknya kalo aku ke jogja minta traktir, janji yang dulu ntuh.. hahaha.. kangeeeen.. kapan ‘ngedate’ berdua lagi *uhuuuy.. haghag

Surat Cintanya

Image

“Tiada lagi yang tersisa dari kehidupan ini kecuali tiga:
1. Seorang saudara yang dari bergaul dengannya engkau dapat memperoleh kebaikan. Bila engkau menyimpang dari jalan yang lurus, niscaya ia akan mengingatkanmu.
2. Shalat dalam keterhimpunan (hati, akal, jasad) engkau terjaga dari melupakannya dan engkau meliput ganjarannya.
3. Cukuplah (kebahagiaan) bagimu dari kehidupan ini, bahwa tiada seorangpun mempunyai celah menuntutmu di hari kiamat (karena kezalimanmu).”
(Hasan Al-Bashri)

Atas kehendak-Nya, kita dipertemukan.
Atas kehendak-Nya, kita diberikan kekuatan untuk berproses bersama.
Atas kehendak-Nya, suka dan duka menghias perjalanan.
Atas kehendak-Nya, kita akan dipisahkan.
Dan, semoga.. atas kehendak-Nya, kita diberikan kekuatan untuk tetap istiqomah,
Dan terus ber-fastabiqul khairat, berjuang.. hingga nyawa berpisah dari raga, dibangkitkan, dihisab, dan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat surga-Nya..

Hanya kita yang memutuskan, apakah kita akan terus bersama kebaikan, atau bersama yang lain.
Satu pesan utama, rawatlah baik-baik pohon keimanan kita,
Jika ia subur, kuat n tangguh maka ruh kita akan senantiasa hidup, n amal kita akan senantiasa produktif, tanpa perlu banyak dibimbing dan diarahkan..

Jika ada ilmu bermanfaat, semoga bisa kita jaga, tularkan n amalkan,
Jika ada kesalahan, semoga berlapang dada untuk dimaafkan..

Uhibbuki fillah, saling mendoakan selalu n jaga silaturrahim

#membaca lagi ke-sekian kali surat cintanya.. aih, bikin makin rindu.. mbaaa… Parung tu jauh ya? hahaha

#nasihat-nasihatnya yang selalu menamparku.. (masih ada bagian lain dari surat ini si.. tapi personal bangeeet.. wekekek..)

#eh, ini udah Jum’at.. semoga penuh berkah.. Al-Kahfi jangan lupa.. =)

gambar dari sini

Hidup Denganmu, Mati Bersamamu

Image

“Tak pernah ku mengerti aku segila ini
Aku hidup untukmu, aku mati tanpamu
Tak pernah ku sadari aku sebodoh ini
Aku hidup untukmu, aku mati tanpamu”

emang sepertinya lebih banyak yang ga nyadar kalo dirinya bodoh ya, dibanding yang sadar kalo bodoh. etapi fajar nyadar kalo bodoh koq.. cuman bukan urusan yang kek di lirik lagunya Noah tadi ntu yak.. plis deh.. hahaha

kemarin ga sengaja liat di tipi lagu ini, denger isi liriknya trus bengong.. kesian amat kalo ada yang begitu beneran.. sebegitu gila dan bodohnya plus ga dimengerti dan ga disadari.. hanya karena seseorang.. cuma gegara manusia.. aih.. jangan sampe deh ya.

Tulisan ini bukan mau ngebahas ntu.. tapi mau ngebahas sebuah cerita tentang.. eng ing eng.. “hidup denganmu, mati bersamamu” eeeaaa
*halah ini sih udah ditulis di judul.. haghag..

Ini sebuah kisah yang diceritain ustadz Sholihuddin Al-Hafidz.. pas kuliah shubuh waktu i’tikaf di Jogokariyan. Kenapa baru cerita sekarang?! Ya gegara lagu ntu, jadi inget lagi isi kuliah shubuh ini.. hehehe.. Ustadz dapat kisah ini ketika beliau jadi imam tarawih di Masjid agungnya daerah Minomartani (utara terminal concat). Tarawih di momen spesial itu khusus mengundang Ustadz Ahmad Al Habsyi sebagai penceramah dan diimami ustadz Sholihuddin dengan 1 juz tarawihnya..manteb dah.

Ustadz Ahmad Al Habsyi di kesempatan itu memberikan sebuah cerita nyata tentang 3 orang santri dari pondok pesantren yang blio asuh. Beliau memiliki pondok pesantren yang cukup jauh dari kota. Di situ mendidik para penghafal-penghafal quran yang masih belia. Pada suatu ketika ada perlombaan semacam MTQ begitu, sehingga harus mengirimkan perwakilan santri-santrinya untuk mengikuti lomba tersebut.

Akhirnya dipilihlah 3 orang anak mengikuti acara tersebut. Anak pertama memiliki hafalan 10 juz, yang kedua 20 juz dan yang ketiga hafal keseluruhan Al-quran. Untuk menuju kota dari pondok itu, mereka harus menggunakan transportasi perahu karena harus melalui sungai. Tibalah hari ketika mereka berangkat dan menaiki perahu, qardarallah perahu yang menjadi sarana perjalanan mereka mengalami kecelakaan dan mereka tenggelam.

Tim SAR pun melakukan pencarian para korban tenggelam termasuk 3 anak ini. Sehari, dua hari, bahkan tiga hari mayat mereka belum ditemukan. Hingga sepekan akhirnya tim SAR menemukan jasad ketiga anak ini. Anak pertama yang hafal 10 juz, ditemukan dalam kondisi sangat baik tak seperti mayat tenggelam pada umumnya yang menggembung, bengkak atau bahkan membusuk. Tidak sama sekali. Seperti baru tertidur saja, dan indahnya dia tersenyum. MasyaAllaah.. *merinding. Dan anak kedua yang hafal 20 juz dalam kondisi yang hampir sama ditambah aroma harum yang ada pada dirinya..

Lalu bagaimana dengan anak yang kertiga. Hampir sama juga, tapi ada satu hal yang menggetarkan.. dia menggenggam erat al-quran nya. di dekap di dadanya. Tim SAR pun tak bisa melepas Al-quran dari jasad bocah itu. Seolah-olah ingin mengabarkan pada dunia, ia hidup bersama al-quran dan matipun dengannya.. MasyaAllah.

Ketika ibu dari anak ini hadir dan melihat kondisi sang anak ia pun menangis haru dan tersenyum, lalu berkata kepada jasad anak itu.. “Nak, ibu ridha atas apapun ketetapan Allaah, titip salam untuk rasulullaah ya Nak” Dan tiba-tiba mushaf itu bisa terlepas dari genggaman sang anak, sehingga jenazahnya bisa dimakamkan. *huaaa ga terasa ni air mata meleleh-leleh dengerin kuliah Shubuh kali itu. Bergetar maluuu. Mungkin itu kuliah shubuh paling mengharukan diantara 10 hari kami di situ. Banyak yang mengusap air matanya, terdiam berdo’a.

Tentu lahir dari ibu yang luar biasa, anak pengafal quran ini.. Seperti biasa masjid Jogokariyan, saat sholat Shubuh selalu banyak jama’ahnya, beda tipis lah ama pas sholat tarawihnya. Sampe bawah pelataran musti digelar tiker. Dan memang didominasi ibu-ibu. Hingga ustadz Sholihuddin pun menyapa ibu-ibu di situ, dan semua jama’ah tentunya. Siapa coba yang ga mau punya anak-anak seperti itu? Yang hidupnya bersama al-quran dan matipun akan dibersamai quran, insyaAllaah..beroleh syafaatnya, pembelaannya.. Maka mari didik anak-anak kita dengan qur’an. Aamiin.. Semoga ya Ustadz.. semoga..

*keknya baru pernah cerita ini ke 1 orang doang.. hoho..
*masih tetep merinding dan tertampar mengingat kisah ini
*menasihati diri sendiri..

#seperti biasa males mbaca lagi apalagi ngedit.. hehehe. langsung posting.. qiqi *dudul

‘Ar rahah lir r…

‘Ar rahah lir rajuli ghaflah’
(Istirahat bagi seorang pemuda adalah kelalaian)
-Umar Al-Faruq radhiyallahu anhu-

‘laa rahata lil mu’min illa fil jannah’
(tak ada istirahat bagi seorang mukmin kecuali di surga)
-Imam Ahmad rahimahullah-

Qum!

#NtMS

Ibu yang Sekuat Seribu Laki-laki

Image

Oleh : Sulthan Hadi

Di sebuah masjid di perkampungan Mesir, suatu sore. Seorang guru mengaji sedang mengajarkan murid-muridnya membaca Al-Qur’an. Mereka duduk melingkar dan berkelompok. Tiba-tiba, masuk seorang anak kecil yang ingin bergabung di lingkaran mereka. Usianya kira-kira 9 tahun. Sebelum menempatkannya di kelompok, sang guru ingin tahu kemampuannya. Dengan senyumnya yang lembut, ia bertanya pada anak yang baru masuk itu, “Adakah surat yang kamu hapal dalam Al-Qur’an?” “Ya”, jawab anak itu singkat.

“Kalau begitu, coba hafalkan salah satu surat dari Juz ‘Amma?” pinta sang guru. Anak itu lalu menghafalkan beberapa surat, fasih dan benar. Merasa anak tersebut punya kelebihan, guru itu bertanya lagi, “Apakah kamu juga hapal surat Tabaraka (Al-Mulk)?” “Ya”, jawabnya lagi, dan segera membacanya. Baik dan lancar. Guru itu pun terkagum-kagum dengan kemampuan hapalan si anak, meski usianya terlihat lebih belia ketimbang murid-muridnya yang ada.

Dia pun coba bertanya lebih jauh, “Kamu hafal surat An-Nahl?” Ternyata anak itu pun menghapalnya dengan sangat lancar, sehingga kekagumannya semakin bertambah. Lalu dia pun mengujinya dengan surat-surat yang lebih panjang, “Apa kamu hapal surat Al-Baqarah?” anak itu kembali mengiyakan dan langsung membacanya tanpa sedikit pun kesalahan. Semakin pennasaran, dan ia ingin menutup rasa penasaran itu dengan pertanyaan terakhir, “Anakku, apakah kamu hapal Al-Qur’an?” “Ya”, tuturnya polos.

Mendengar jawaban itu, seketika ia mengucap, “Subhanallah wa masyaallah, tabarakkallah.

Di saat menjelang maghrib sebelum guru tersebut membubarkan anak-anak mengajinya, secara khusus ia berpesan kepada murid barunya, “Besok, kalau kamu datang kembali ke masjid ini, tolong ajak juga orang tuamu. Aku ingin berkenalan dengannya.”

Esok harinya, anak itu kembali datang ke masjid. Kali ini ia bersama ayahnya, seperti pesan si guru ngaji kepadanya. Melihat ayah dari anak tersebut, sang guru bertambah penasaran karena sosoknya yang sama sekali tidak memberi kesan alim, terhormat dan pandai. Belum sempat dia bertanya, ayah si anak sudah menyapa keheranannya terlebih dahulu, “Aku tahu, mungkin Anda tidak percaya bahwa aku ini adalah ayah anak ini. Tapi rasa heran Anda akan aku jawab, bahwa di belakang anak ini ada seorang ibu yang kekuatannya sama dengan seribu laki-laki. Aku katakan pada Anda bahwa di rumah, aku masih punya tiga anak lagi yang semuanya hapal Al-Qur’an. Anak perempuanku yang terkecil berusia 4 tahun, dan sekarang sudah hapal juz ‘Amma.”

“Bagaimana ibunya bisa melakukan itu?” tanya si guru tanpa bisa menyembunyikan kekagumannya.

“Ibu mereka, ketika anak-anak itu sudah mulai bisa bicara, ia mulai pula membimbingnya menghapal Al-Qur’an, dan selalu memotivasi mereka melakukan itu. Tak pernah berhenti, dan tak pernah bosan. Dia selalu katakan pada mereka, “Siapa yang hapal lebih dulu, dialah yang menentukan menu makan malam kita malam ini,” “Siapa yang paling cepat mengulangi hapalannya, dialah yang berhak memilih kemana kita berlibur pekan depan,” dan “Siapa yang paling dulu mengkhatamkan hapalannya, dialah yang menentukan kemana kita jalan-jalan pada liburan nanti.” Itulah yang selalu dilakukan ibunya, sehingga terciptalah semangat bersaing dan berlomba di antara mereka untuk memperbanyak dan mengulang-ulang hapalan Al-Qur’an mereka,” jelas si ayah memuji istrinya.

Sebuah keluarga biasa, yang melahirkan anak-anak yang luar biasa, karena energi seorang ibu yang luar biasa.

Setiap kita, dan semua orang tua tentu bercita-cita anak-anaknya menjadi generasi yang shalih, cerdas dan membanggakan. Tetapi, tentu saja hal itu tidaklah mudah. Apalagi membentuk anak-anak itu mencintai dan menghapal Al-Qur’an. Butuh perjuangan. Perlu kekuatan. Mesti tekun dan bersabar melawan rasa letih dan susah, tanpa kenal batas. Maka wajar jika si ayah mengatakan, “Di belakang anak ini ada seorang ibu yang kekuatannya sama dengan seribu laki-laki.”

Ya, perempuan yang telah melahirkan anak itu memang begitu kuat dan perkasa. Sebab membuat permulaan yang baik untuk kehidupan anak-anak, sekali lagi tidak mudah. Hanya orang-orang yang punya kemauan dan motivasi yang bisa melakukannya. Dan tentu saja modal pertamanya adalah keshalihan diri. Tidak ada yang lain.

diambil dari Tarbawi edisi 222 Th. 11, Rabiul Awal 1431, 25 Februari 2010

*memenuhi janji ke Pak Iwan.. di sini buat mosting isi tarbawi dengan tema “Lima Perempuan itu Perdengarkan Al-Qur’an untuk Anak Mereka Sejak dalam Kandungan”
tarbawi ini salah satu edisi yang saya bener-bener harus nyimpen baik-baik karena sering dibuka lagi.. hehehe

buat umminya Taqiy juga yang nge-reblog jurnalnya pak Iwan & umminya Khansa.. hehehe

spesial buat kalian, para ibu & calon ibu jugaaa..=)

gambar dari sini

*menasihati diri sendiri..

Mengusung Makna dalam Untai Aksara

“Kata yang indah sudah membuat jiwa menyukainya, namun jiwa juga butuh isi dan makna yang dibawa oleh kata-kata itu..

Banyak puisi indah tapi tak menyampaikan apapun selain kata yang indah..

Dulu, para penulis puisi menyuarakan idealismenya. Baik idealisme buruk maupun baik. Mereka menuliskan pengetahuannya (baik dan buruk) dalam bentuk puisi. Bahasa merupakan wahana bagi mereka.

Joseph Brodsky di Rusia misalnya, Ibnu Arabi ash-shufi misalnya, Ibnu Qayyim misalnya.. semua berawal dari pengetahuan atau idealisme yang diyakini, lalu menjadikan bahasa sebagai wahana.

Kini -katanya- orang-orang memulai puisi dengan kata-kata dan melupakan idealisme/pengetahuan.”

Aku pernah dinasihati seseorang yang bijak sekali [*haiyah] seperti itu dulu

dan baru-baru ini ditambah deh,

“Seseorang pernah berkata kepada saya, ‘Jika kau menulis puisi, aku katakan kepadamu ucapan al-Bukhari : ilmu sebelum ucapan dan perbuatan.’”

*hiaaakkdeeezzgg

nampol banget dah tu.

jadi ingat juga tulisan ustadz Salim di #MKMM

“Daya Ketuk membuat pembaca terisnyaf dan tergugah, tapi jika isi yang kemudian dilahap cacat, timpang, rusak; jadilah masalah baru. …

“Fakidusy syai’, laa yu’thi; Yang tak punya, takkan bisa memberi”. Menjadi penulis adalah menempuh jalan ilmu dan berbagi, membaca ayat-ayat tertulis; menjala hikmah-hikmah tertebar. Tanpa henti.”

Image

Ahiya, menulis adalah jalan ilmu. Meramu pengetahuan dan idealisme yang kita miliki menjadi rantai aksara yang mengandung makna. Selayaknya seperti itu. Bukan hanya memikat jiwa dengan keindahan kata-kata namun rapuh dan koyak dalam isinya.

Saya selalu kagum pada mereka yang mampu mengusung idealisme dalam rangkaian kalimat yang indah. Bahkan banyak yang mampu menyisipkannya secara begitu halus tanpa pernah kita sadari. Membuat tulisan seperti itu yang tak mudah.

Kita ibaratkan menulis itu menuang ‘isi teko’ kepala kita ke dalam gelas-gelas yang ada. Mereka yang isi tekonya teh, yang akan tertuang adalah teh, yang isinya kopi yang dituang kopi, yang isinya jus sawo juga akan menuang jus sawo *halah. hahaha

Akan tetapi, bagi yang ahli meramu kata dan tetap konsisten membawa pemikiran dan idealismenya, bisa jadi ia memiliki teh dalam tekonya, tapi ia ramu dengan susu menjadi teh tarik yang terasa jauh berbeda rasanya dari teh. haha. Analogi yang aneh. wkwk.

Saya _di beberapa sisi_ menyukai tulisan-tulisan tokoh-tokoh yang berbeda pemikiran prinsip, karena kemasan mereka yang bagus. Akan tetapi bagi apa yang saya yakini, pemikiran mereka tidak benar.

Seperti mungkin pemikir-pemikir ‘kiri’ (sosialis), ada seseorang yang pernah berkata “saya salut dengan cara P.A.T memasukkan pemikiran dengan cara sangat halus dalam tulisan”, lalu gumam saya dalam hati “itulah kenapa kadang aku memilih tidak membaca tulisan-tulisannya atau tokoh-tokoh lain yang berpemikiran sejalan”

Ketika ngobrol dengan Pak Akmal Sjafril dulu, beliau pernah menyinggung tentang ini, “saya heran kenapa banyak yang mengidolakan P.A.T bahkan itu dari kalangan aktivis dakwah kampus, kata-katanya banyak dikutip bahkan dijadikan jargon, seolah kita lupa dengan sejarah, yang kita ingat hanya dia yang ‘terdzolimi’ ORBA, tapi lupa apa yang dilakukan LEKRA pada para penulis-penulis Muslim, pak Taufik Ismail saja tak mau mengakui P.A.T sebagai ‘pahlawan’ dalam hal karya sastra.”

Waktu itu saya merenung, dan menanamkan lagi bahwa kita harus hati-hati memilih dan memilah ‘makanan jiwa’ yang akan kita nikmati. Jika kita ingat sebuah kalimat ‘kamu adalah apa yang kamu baca’, bisa jadi tak sepenuhnya benar tapi juga tak selalu salah. Karena saat berhadapan pada mereka yang hebat dalam mengusung ‘hal tersirat’ (pemikiran, ideologi, dsb) secara begitu halus, pertanyakan kembali pada diri kita, sehebat apa kita untuk menjadi bebal pada hal-hal yang tidak benar menurut Allah? Sepaham apa kita dengan Quran dan sunnah yang harus digunakan sebagai penguji sebuah pemikiran layak tidak hinggap di alam bawah sadar kita, jangan-jangan tameng kita tak terlalu kuat untuk menolak sesuatu yang ‘halus’ dan merasuk ke jiwa kita melalui apa yang kita baca. Kadang, kita harus memilih menjadi ‘katak dalam tempurung’ daripada terlanjur menganut sebuah pemikiran yang tak benar. *IMO. Karena mengubah pemikiran itu, bukan hal yang mudah.

Dan tentang menulis, setelah mengingat berbagai nasihat yang saya kutip di atas, kembali harus berkaca, niat dalam membuat sebuah tulisan (apapun itu) sesungguhnya apa. Sudah benarkah? Atau tanpa makna? Padahal setiap hal akan dipertanggungjawabkan termasuk apa yang kita tuliskan. Saya pernah berpesan ke seorang sahabat, ada hak dakwah dari mereka yang membaca tulisanmu. Saya hanya ingat banyak yang meniru gaya tulisannya waktu itu. Dan saya melihat potensinya besar dalam hal menulis *sok tau. Namun sayang, jika tak membawa ‘pesan’ bagi jiwa yang sesuai haknya. (lagi-lagi ini menurut saya, mungkin buat orang lain beda.. hehe).

Ikhlas dalam menulis _dalam hal ini tujuan yang lurus saat menulis_ tentu harus terus kita upayakan dalam setiap apa yang tertuang.

Wallaahu a’lam

*memohon ampun padaNya atas banyak kesalahan yang diketahui atau tak diketahui dalam membaca pun menulis.

Dan bagi saya, bahagia itu luar biasa jika ada yang menegur saya, ketika saya melakukan kesalahan (baik yang saya sudah tau itu salah ataupun belum). =D

Wahaaa.. tumben Fajar sebegini seriusnya.. tengah malem ga enak badan jadi malah ngoceh begini.. haghag.. mahaaph.. =D *mringis..

*menasihati diri sendiri terutama

#untuk yang saya kutip kata-katanya, terima kasih ya.. =)

gambar dari sini

*seperti biasa nulis, ga dibaca ulang langsung posting.. kebiasaan buruk.. hahaha