Audio kajian Shahih al- Bukhari al-Jami’ Nyantrend Weekdays oleh Ustadz Hasan Al-Jaizy masuk ke Hadits Ketiga, Dirasat Sanad.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقَيْلٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ، أَنَّهَا قَالَتْ أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنَ الْوَحْىِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ، فَكَانَ لاَ يَرَى رُؤْيَا إِلاَّ جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ، ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلاَءُ، وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ ـ وَهُوَ التَّعَبُّدُ ـ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ، وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ، فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا، حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ، فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ اقْرَأْ. قَالَ ” مَا أَنَا بِقَارِئٍ ”. قَالَ ” فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ. قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ. فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ. فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ. فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ {اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ * خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ * اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ} ”. فَرَجَعَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَرْجُفُ فُؤَادُهُ، فَدَخَلَ عَلَى خَدِيجَةَ بِنْتِ خُوَيْلِدٍ رضى الله عنها فَقَالَ ” زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي ”. فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ، فَقَالَ لِخَدِيجَةَ وَأَخْبَرَهَا الْخَبَرَ ” لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي ”. فَقَالَتْ خَدِيجَةُ كَلاَّ وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ. فَانْطَلَقَتْ بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى ابْنَ عَمِّ خَدِيجَةَ ـ وَكَانَ امْرَأً تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعِبْرَانِيَّ، فَيَكْتُبُ مِنَ الإِنْجِيلِ بِالْعِبْرَانِيَّةِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكْتُبَ، وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ ـ فَقَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ يَا ابْنَ عَمِّ اسْمَعْ مِنَ ابْنِ أَخِيكَ. فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ يَا ابْنَ أَخِي مَاذَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم خَبَرَ مَا رَأَى. فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي نَزَّلَ اللَّهُ عَلَى مُوسَى صلى الله عليه وسلم يَا لَيْتَنِي فِيهَا جَذَعًا، لَيْتَنِي أَكُونُ حَيًّا إِذْ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ” أَوَمُخْرِجِيَّ هُمْ ”. قَالَ نَعَمْ، لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ بِهِ إِلاَّ عُودِيَ، وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا. ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْىُ.
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, Telah menceritakan kepada kami dari Al Laits dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin Az Zubair dari Aisyah -Ibu Kaum Mu’minin-, bahwasanya dia berkata: “Permulaaan wahyu yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih gua Hiro dan bertahannuts yaitu ‘ibadah di malam hari dalam beberapa waktu lamanya sebelum kemudian kembali kepada keluarganya guna mempersiapkan bekal untuk bertahannuts kembali. Kemudian Beliau menemui Khadijah mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua Hiro, Malaikat datang seraya berkata: “Bacalah?” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!”. Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah).” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kembali kepada keluarganya dengan membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah. Beliau menemui Khadijah binti Khawailidh seraya berkata: “Selimuti aku, selimuti aku!”. Beliau pun diselimuti hingga hilang ketakutannya. Lalu Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Khadijah: “Aku mengkhawatirkan diriku”. Maka Khadijah berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung silaturrahim.” Khadijah kemudian mengajak Beliau untuk bertemu dengan Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza, putra paman Khadijah, yang beragama Nasrani di masa Jahiliyyah, dia juga menulis buku dalam bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil dalam Bahasa Ibrani dengan izin Allah. Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta. Khadijah berkata: “Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putra saudaramu ini”. Waroqoh berkata: “Wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menuturkan peristiwa yang dialaminya. Waroqoh berkata: “Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa. Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Apakah aku akan diusir mereka?” Waroqoh menjawab: “Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku”. Waroqoh tidak mengalami peristiwa yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu meninggal dunia pada masa fatroh (kekosongan) wahyu.
Catatan dari audio Kajian di atas:
Kita sedang mempelajari hadits yang sangat agung, panjang sekali. Hadits yang menceritakan tentang awal mula turunnya wahyu terhadap Rasulullaah shallallahu ‘alaihi wasallam dan awal pengutusan Muhammad sebagai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sangat panjang. Diriwayatkan oleh ‘Aisyah dari Urwah bin Zubair.
Dalam Shahih Muslim ada 6 sanad dan Imam Muslim meletakkannya menjadi 6 hadits. Dalam Shahih Bukhari ada 4 sanad dan Imam Bukhari meletakkannya menjadi 8 hadits dalam kitabnya tersebut.
Ada semacam kelembutan dalam menceritakan hadits ini.
Berikut Perawi Hadits ketiga tersebut:
- Yahya bin Bukair
Beliau syaikhnya Imam Bukhari > ada 5 tempat di shahih bukhari dari hadits ini yang diriwayatkan dari Yahya bin Bukair
Seorang perawi guru Imam Bukhari, digunakan periwayatannya oleh Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Ibnu Majah.
Lahir 155 H (ada yang mengatakan 154 H). Wafat 231 H. Sezaman dengan Imam asy-Syafi’i.
Kunyah beliau Abu Zakariya. Beliau bernama Yahya, bapaknya bernama Abdullah, kakeknya bernama Bukair {seorang ‘alim diantara ‘ulama hadits}. Jadi nama aslinya Yahya bin ‘Abdillah bin Bukair. Imam Bukhari menisbatkan langsung kepada kakeknya (hal ini tidak masalah, seperti halnya Imam Ahmad bin Hanbal, Hanbal itu nama kakeknya).
Beliau seorang Quraisyi, namun bertempat tinggal di Mesir. Seorang Mufti Mesir, tsiqoh dan luas ilmunya.
Beliau meriwayatkan dari banyak ‘ulama. Diantara para ‘ulama yang beliau meriwayatkan dari mereka:
- Imam Malik
- Imam al-Laits bin Sa’d (masuk ke sanad hadits ke 3 ini)
- Ibnu Majisyun
- Ibnu Lahi’ah
- Hammad bin Za’id
- Ibnu Wahab
Dan banyak lagi.
Para ‘ulama juga banyak yang mengambil riwayat dari Yahya bin Bukair ini, diantaranya:
- Imam Bukhari
- Yahya bin Ma’in
- Abu Zur’ah
Dll
Beliau adalah salah satu perawi al-Muwaththa’ dari Malik. Ada yang mengatakan bahwasanya Yahya bin Bukair ini mendengarkan al-Muwaththa’ dari Imam Malik 7 kali.
Kita akan melihat bagaimana perkataan para ulama hadits mengenai Yahya bin Bukair ini, apakah ada permasalahan terhadap Yahya bin Bukair:
Dikatakan oleh sebagian ulama diantaranya Abu Hatim ar-Razy : “laa yuhtajju bih” >> tidak dijadikan hujjah (bermakna tidak termasuk dalam kategori perawi maqbul).
Bahkan yang lebih zhahir lagi dan ini yang diperbincangkan para ulama > Imam an-Nasa’i melemahkan Yahya bin Bukair. Mengatakan Yahya bin Bukair itu dha’if. Imam an-Nasa’i adalah salah satu dari ahli hadits yang sangat selektif dalam hal urusan jarh wa ta’dil dalam perawi. Ada yang mengatakan Imam an-Nasa’i lebih ketat dalam menyeleksi perawi dibandingkan Imam Bukhari namun ijtihad Imam Bukhari dalam memilah perawi lebih bagus.
Imam adz-Dzahabi dalam kitab Tarikh al-Islam. mengatakan: “saya tidak tahu apa yang membuat an-Nasa’i mendho’ifkan Yahya bin Bukair dan ini adalah jarh yang mardud (tertolak). Alasannya: syaikhaan (Imam Bukhari dan Imam Muslim) telah berhujjah dengan Yahya bin Bukair; dan aku tidak pernah mengetahui ada satu hadits pun yang diriwayatkan Yahya bin Bukair yang merupakan hadits munkar.”
Alasan ketiga ya jumhur ulama menerima, memuji dan mentsiqohkan Yahya bin Bukair. Jika ada satu atau dua ahli hadits yang berbeda dari pendapat jumhur maka diperlukan jarh mufassar untuk penguatan klaim tersebut. Alasan men-jarh nya apa harus ada. Dan dengan demikian wallaahu a’lam jarh imam an-Nasa’i tidak dianggap.
Ibnu Jauzi menyebutkan Yahya bin Bukair ini dalam kitab beliau Adh-dhuafaa wal matrukin > berarti dianggap dha’if.
Namun wallaahu a’lam pendho’ifan Yahya bin Bukair ini tidak dianggap. Wallaahu a’lam.
Yahya bin Bukair ini dalam hadits ketiga tersebut meriwayatkan dari Al-Laits bin Sa’d.
- Al-Laits bin Sa’d
Beliau sepantara dengan Imam Malik dari segi hadits dan segi fiqh bahkan lebih baik dari Imam Malik seperti yang dikatakan Imam Syafi’i. Padahal Imam Syafi’i ini murid Imam Malik.
Nama beliau: al-Laits bin Sa’d bin ‘Abdirrahman al-Fahmi. Beliau penghuni Mesir (seperti halnya Yahya bin Bukair tadi). Seorang tabi’ut tabi’in. 94 H – 175 H. Satu generasi dengan Imam Malik, bedanya Imam Malik di Madinah beliau di Mesir. Kunyahnya Abul Haarits. Cerita tentang beliau ini sangat banyak. Termasuk imam fiqh yang tidak dikenangkan madzhab beliau.
Berikut perkataan para ulama tentang beliau:
Imam asy-Syafi’i berkata: “Saya merasa sangat menyesal tidak bertemu dengan Imam al-Laits, beliau lebih faqih daripada Imam Malik.”
Bahkan muridnya yaitu Yahya bin Bukair tadi (yang juga murid Imam Malik) berkata “al-Laits lebih faqih daripada Malik, namun nasib lebih berpihak pada Imam Malik”
Dan jika di dalam kitab2 Imam Malik ditemukan kalimat “sami’tu man ardho bi ‘ilmihi” (aku mendengar dari orang yang kuridhoi keilmuannya) menurut Ibnu Wahab (murid Imam Malik), tidak lain yang dimaksud adalah Imam al-Laits.
Ibnu Wahab juga berkata seandainya Allahu subhanahu wata’ala tidak membantuku melalui al-Laits dan Malik maka aku akan tersesat.
Imam Ahmad: “Imam al-Laits banyak ilmunya, shahih haditsnya, tidak ada diantara penduduk Mesir yang lebih kredibel daripada beliau”
Beliau berhaji pada tahun 113 H, sekitar 20 th. Ketika berhaji itu bertemu dengan banyak ulama. Belajar, berguru dan meriwayatkan hadits pada ulama yang ada di sana. Diantara ulama yang beliau mencari ilmu darinya ketika berhaji: Atho’ (tabi’in), Nafi’, Ibnu Syihab az-Zuhri.
Dalam sanad hadits ketiga ini antara al-Laits dan Ibnu Syihab ada orang lain. Berarti ketika haji tersebut Ibnu Syihab tidak memperdengarkan hadits tersebut ke Al-Laits.
Harfalah (murid Imam Syafi’i): “Imam Syafi’i berkata Imam al-Laits lebih berittiba’ pada atsar daripada Imam Malik”
Lalu kenapa Imam al-Laits tenggelam namanya, karena tidak ‘diangkat’ (dipopulerkan) warisan ilmunya oleh murid-muridnya. Padahal murid2nya banyak.
Al-Laits tiap hari memiliki 4 majelis:
- Majelis pertama itu khusus untuk shulthon (jadi beliau ulama daulah juga). Jika beliau mengingkari siapapun dalam pemerintahan beliau langsung mengirim surat.
- Majelis kedua untuk ashabul hadits (takhosus orang yang ingin mendapatkan hadits dari beliau)
- Majelis ketiga untuk masalah-masalah yang ditanyakan kepadanya (awam bertanya; ahli menjawab)
- Majelis keempat yang berkaitan dengan hajat manusia keumuman yang tidak ditanyakan kepada beliau.
Imam al-Laits termasuk orang yang kaya, dalam setahun 80 ribu dinar income beliau. Qutaibah bin Sa’id (guru Imam Bukhari, murid Imam Al-Laits) berkata: “Al-Laits tiap shalat 5 waktu pergi ke masjid jami’ dengan kendaraan”
Beliau bersedekah tiap hari kepada 30 orang miskin.
Beliau seorang ‘karnivorian’ >> selalu makan daging. Abdullah bin Sholih: “Saya bersahabat dengan al-Laits sepanjang 20 tahun, beliau tidak mau makan siang maupun makan malam kecuali bersama manusia makannya (makan bareng-bareng) dan beliau tidak mau makan kecuali dengan daging melainkan saat sakit.”
bersambung…
NB: gambar diagram perbandingan sanad ini, dikumpulkan dari 15 sanad dari Imam Muslim dan Imam Bukhari rahimahumallah.
#entah pengen nulisin ini di blog, soalnya kajian tadi pagi ngena banget.. ahay ini dia sosok Imam Al-Laits rahimahullah.. yang sering sekilas Ustadz sampaikan kalau mencontohkan tokoh fiqh yang madzhab fiqhnya tidak sampai pada kita, padahal sangat bagus.
dan di kajian-kajian sebelumnya sering tertohok dengan kalimat “katanya ingin menjalankan al-Qur’an dan Sunnah sesuai pemahaman salafush shalih, namun kenal nama-nama ulama salaf saja tidak apalagi profil dan pendapat-pendapatnya?!” Bohong banget itu sih ya *ketohok banget ceritanya* hehe.